Selasa, 01 Mei 2012

Membesarkan Anak Berkebutuhan Khusus?

Memiliki anak berkebutuhan khusus? Sungguh tak terbayangkan. Tapi  itulah yang kami hadapi selama sepuluh tahun ini. Kami harus punya kesabaran dan ketelatenan yang lebih daripada ketika kami membesarkan anak-anak lain yang normal. Tapi tak bisa dipungkiri juga bahwa selain harus lebih sabar dan telaten, kami tetap merasakan saat-saat bahagia dan menyenangkan ketika merawatnya.
Bagaimanapun juga yang namanya anak bagi orangtuanya dalam pepatah jawa disebut kencono wingko (saya juga tahunya dari pak Ageng di buku Mangan Ora Mangan Kumpul karya pak Umar Kayam ).Maksudnya biarpun seburuk apa (wingko artinya pecahan genting ) anak bagi orangtuanya tetaplah yang terindah (kencono artinya permata).Mudaha-mudahan tafsiran saya ini juga nggak salah. Tapi mungkin ini karunia juga bahwa biarpun anak kami punya kekurangan sedemikian tapi kami masih dikaruniai rasa sayang padanya sehingga dapat melihatnya sebagai kencono. Mudah-mudahan lagi rasa itu tetap ada dan semakin tepat porsinya.
Saat bahagia bersama dia datang silih berganti dengan perasaan sedih yang kadangkala datang. Melihat sosoknya yang kalau dilihat sekilas tidak menunjukkan kekurangan,tapi ketika sudah berinteraksi maka akan ketahuan kalau dia ternyata mempunyai kekurangan. Melihat tingkahnya yang masih seperti anak balita di usia sepuluh tahun kadang mendatangkan tawa karena kelucuannya. Kalau dia mulai usil dan ngeyel,mulailah kita sibuk melayani atau menenangkan. Kalau kami sedang lapang dada karena lapang kantong, lapang waktu atau lapang urusan, nggak masalah dia mau berulah kita masih bisa menghadapi dengan melayaninya atau mengalihkan perhatiannya. Tapi ketika kita sedang sempit dada karena merasa sempit kantong, sempit waktu atau merasa banyak urusan, ini namanya kiamat kecil.
Perasaan sangat sedih ketika dia keluar rumah tanpa seorang anggota keluarga tahu kemana
 perginya atau istilah gampangnya kalau dia "hilang". Ini sudah berkali-kali terjadi dan rasanya selalu sama. Susah menggambarkannya tapi beberapa perasaan yang ada bisa diperinci kira-kira sbb : marah karena dia pergi tanpa pamit sehingga saya harus pontang-panting mencari, takut kalau dia tidak bisa ditemukan terus berbuntut pikiran-pikiran kekhawatiran "tidurnya gimana,makannya gimana,nangis atau ngga, selamat atau ngga dll". Satu kalimat yang menurut saya paling tepat menggambarkan perasaan saya ketika dia "menghilang" adalah : KEPALAKU MAU PECAH.
Dari sekian kali dia menghilang, selalu dia dapat kembali ke pelukan kami. Dan rasanya ketika dia ketemu adalah plong yang luar biasa.
Membesarkan anak berkebutuhan khusus ? Sungguh tak terbayangkan. Tapi itulah yang kami hadapi selama sepuluh tahun ini. Tapi kami akan melaluinya sebagaimana kami telah melalui sepuluh tahun ini dengan perasaan bahagia dan sedih silih berganti. Kami yakin kami akan bisa melaluinya karena bukankah perasan sedih dan bahagia silih berganti juga dialami ketika membesarkan anak normal.
(ditulis sebagai ucapan selamat datang pada diriku sendiri di dunia menulis yang sudah lama kuidam-idamkan tapi baru kejadian sekarang).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar